Banyak hal,
waktu dan cerita yang akan terus hadir dan lahir selama nyawa masih bernafas. Pada
setiap denyut jantung dan darah yang mengalir, akan banyak sepenggal kisah yang
menanti untuk dieja dan dibimbing. Kepiawaian dalam membaca waktu dan
kepandaian dalam melihat keadaan adalah satu dari sejuta cara menikmati hidup
yang katanya penuh lelucon dan sandiwara. Kita hanya belajar untuk menjadi aktor
terbaik di panggung penuh kejutan ini.
Diambang batas
sana, ada rindu yang tidak bisa dijamah dengan temu dan sapa karena raga sudah
terpendam dalam bumi namun jiwanya sudah mengangkasa. Ada yang menangis tapi
tidak berisik, karena yang menangis adalah hatinya. Sebab ada kepingan jiwa
yang telah lebih dulu kembali pada pangkuan Illahnya.
Redup pada dunia, tapi
berisik pada semesta. Itulah doanya yang tersembunyi pada wajahnya yang selalu
berupaya menunjukkan wajah manis dan manja. Katanya rindu, tapi rindunya tak
berujung temu. Jadi dipinang saja dengan doa di atas sajadah panjang. Tanpa tahu
malu, segala doa dipinta kepada Tuhannya. Konon katanya, rindu dan doa saling
mengikat walau tanpa wujud.
Menjaga hati
yang pernah merasa kehilangan, akan beda dengan menjaga hati yang
memiliki dengan utuh. Mereka yang pernah menelan pil pahit akan rasa
ditinggalkan akan lebih dulu paham bagaimana cara menyikapi kehidupan yang
penuh dengan banyak kepalsuan ini. Tapi hati mereka telah terlatih untuk
menjadi dan memberikan yang terbaik, sebab mereka sadar kebersamaan di dunia
tak akan terulang kedua kalinya. Kecuali jika Dia mengizinkan kau bertemu
dengannya di Surga.
Hidup ini
mengajarkan tentang tidak ada satupun yang abadi. Yang datang kelak akan
kembali. Yang lahir kelak akan dipanggil. Yang muda kelak akan menua. Begitupun
kita yang juga tengah menantikan dan tengah berjuang pada
proses yang tak berujung.
Hidup mengajarkan
banyak keteladanan. Salah satunya memaknai arti kehilangan bahwa ketiadaan mengajarkan betapa
pentingnya keberadaan. Sering sekali jiwa-jiwa
itu baru merasa pentingnya kehadiran 'sesuatu' ketika 'sesuatu' itu telah diambil sejenak atau pergi
selamanya.
Banyak waktu yang telah kita lalui di
dunia ini, padanya kita tidak pernah merasa cukup. Bukan, bukan waktunya yang salah. Tapi ada bagian dari hati kita yang ngga
pernah merasa cukup untuk melalui semua yang ada. Selalu haus akan gelas-gelas kosong padahal penuh berisi. Setiap waktu
kita ingin meraih hal dan kepuasaan yang baru, tanpa sedikitpun merasakan
betapa berartinya apa yang telah menumpuk di belakang sana. Kebahagiaan yang
lalu akan luput dan terbenam saat engkau menemukan kebahagiaan yang baru. Sembilu
dan palsu.
Banyak hal di dunia ini yang bisa kita
peroleh. Tapi kelapangan hati, kebahagiaan, rasa tenang dan rasa syukur tidak akan bisa
dicari dan dibeli di tempat manapun. Karena semua itu ada dalam hati kecil kita. Yang seringkali ditutupi oleh keinginan dan angan yang terlampau besar. Menutupi apa yang sudah diperoleh demi mengejar angan yang tampak raksasa
berdiri kokoh di depan mata, padahal ilusi fatamorgana.
Mungkin saat ini semua orang mulai
menyadari waktu yang kemarin adalah bagian hidup yang menarik. Bertemu,
menyapa, berbagi cerita bahkan berkumpul bersama adalah momentum terbaik
bagi makhluk sosial. Mengobati kesepian dengan
pertemuan. Mengekspresikan rasa pada cerita dan senyum simpul atau celoteh
riang. Kini yang terlihat adalah jeda penuh jarak tanpa sekat. Yang entah
dimana akhirnya. Menguji tanpa ampun.
Biarlah, yang
lalu berlalu. Yang kini tinggal hadapi. Tidak sedikit hari lalu, ada
kebersamaan bersama keluarga yang barangkali engkau gadaikan dengan kebersamaan
untuk orang lain. Bisa jadi mereka rindu untuk berkumpul, tapi malu
mengatakannya. Makanya dipinta langsung kepada Rabbnya, tidak kepadamu. Tuhan mengabulkan.
Inilah saatnya engkau menghargai setiap momentum kebersamaan dan berkumpul
bersama dalam ruang penuh cinta bernama rumah.
Adapun untuk
hati yang kesepian karena harus dipisah oleh ribuan kilometer untuk mematuhi
sebuah kebijakan, percayalah meski ragamu dan raga mereka terpisah. Tapi hati
kalian, hati orang tua dan anak, hati anak untuk orang tua, hati saudara untuk
saudaranya akan terus terpaut tanpa kenal waktu dan jeda. Karena kalian diikat dengan darah, itu yang menguatkan dan izin Tuhan yang menyempurnakan rasa.
Mungkin, engkau
harus belajar dari kesendirian untuk menghargai betapa berartinya nilai dan
makna kebersamaan. Sudah ya, jangan bersedih. Banyak perantau merindukan kampung
halamannya. Kamu tidak sendiri. Yang lain pun membersamai. Nanti waktu yang tepat
akan datang untuk mempertemukan dua orang yang hebat.
Mohon bersabar ya
hadapi pandemi. Nanti akan ada masanya cerita ini akan menjadi guru besar dalam
hidupmu. Bahwa kamu cukup tangguh untuk melewati kisah pelik ini. Dan Tuhan
tahu kamu orang hebat di antara milyaran orang hebat.
Berdoa dan
lapang terhadap takdir Tuhan. Nanti hatimu akan menjadi tenang…
Jangan cemberut
apalagi bersedih, jutaan orang tidak menginginkan melihat raut seperti itu. Tersenyumlah.
Ada jutaan orang yang merindukan senyuman manis itu. Itu juga sebagai simbol untuk dirimu agar meyakinkan dunia dan semesta bahwa
semua baik-baik saja.
Tersenyumlah. Tunjukkan
pada dunia bahwa semesta melatihmu menjadi orang yang berbahagia di segala laksana.
0 comments