Jiwa yang ingin bebas, tak ingin terikat pada aturan serta ingin bekerja sesuai dengan passion, mungkin menjadi segelintir alasan mengapa Milenial saat ini banyak yang lebih memilih untuk menjadi seorang freelancer ketimbang kerja kantoran dengan rutinitas yang monoton. Yap, freelancer sebuah julukan bagi mereka yang menjadi pekerja lepas. Tidak terikat dengan peraturan dalam jangka panjang, memiliki jam kerja yang fleksibel serta mempunyai kebebasan untuk bekerja dimana saja dan kapan saja. Oke, itu sih versi saya lebih tepatnya. Hehehe.
Mungkin dari luar terlihat seperti "Pengacara" alias Pengangguran banyak Acara. wkwk. Karena freelancer ini tidak memiliki ikatan jam kerja yang wajib dipatuhi sebagaimana orang bekerja di kantor atau perusahaan pada umumnya. Mereka tidak perlu pergi dengan seragam atau kemeja rapi dengan rambut klimis nan necis. Cukup pakai celana training dan kaos oblong pun jadi. Karena mereka tidak terikat dengan perusahaan ataupun lembaga, tapi mereka sendirilah yang menentukan sistem kerjanya.
Oke, kita ambil contoh freelancer desain grafis yang akhir-akhir ini terus bertambah dan meningkat pesat. Mereka ini tidak perlu harus pergi ke luar rumah pukul jam 8 pagi dan pulang jam 5 atau 6 sore. Cukup dari kamar dengan mengenakan kaos lengan pendek pun mereka sudah bisa bekerja untuk membuat desain sesuai permintaan klien.
Yap, karena mereka adalah pekerja lepas dan bekerja sesuai dengan project yang ada lalu membuat desain dari balik layar komputer atau laptop, bertemankan mouse, printer dan alunan musik pun rasanya sudah siap bekerja. Tidak perlu harus meeting mingguan, rapat dengan bos, bahkan harus lari-larian karena takut terlambat finger print.
Namun, meski terlihat sepele dan terlihat sangat santai, freelancer ini mempunyai suka duka yang ngga banyak orang tahu. Huhuhu.
Nah, apa saja sih suka duka freelancer yang perlu kamu pahami?
Oke, kita kupas duka para freelancer dulu yaa....
1. Terlihat seperti pengangguran dari luar
Namanya juga freelancer, kadang banyak freenya.. huahaha. Kalau ada project ya kerja. Kalau ngga ada ya sibukin diri deh dengan aktivitas lain. Nyatanya meskipun yang mengerjakan adalah freelancer itu sendiri, namun tak sedikit orang luar yang menilai bahwa freelancer ini seperti pengangguran. Hadeeuuh sabar ya akang teteh! Hehehe.
2. Jam kerja tidak menentu
Sebagai pekerja lepas yang menyesuaikan dengan project yang ada, freelancer memiliki waktu yang fleksibel. Ibarat karet, jam kerjanya tuh lentur. Alias bisa diatur sendiri dengan sang empunya project. Kalau klien minta hari itu juga harus selesai, ya siap-siap saja begadang sang freelancer ini. Kecuali kerjaannya mudah dan sang freelancer sudah sangat lihai sehingga butuh waktu sebentar pun project atau tugasnya bisa selesai.
Namun tidak menutup kemungkinan, saat orang-orang kantoran di sore hari sudah pulang kerja, eh malah si freelancer ini justru baru mulai kerja. Maklum lah, kadang job datangnya tiba-tiba. Nego-nego cincay dengan klien berhari-hari, eh jadinya baru hari ke sekian. Saat orang-orang kantoran di malam hari sudah tidur, freelancer ini sedang menatap layar laptop dan jari-jarinya terus menari lincah di atas tuts keyboard.
Freelancer pasti paham soal ini. Mau tahu dia freelancer atau tidak? Coba cek kantung matanya. Ehehehe. Becanda!!!
3. Ujian saat mendapatkan klien yang punya hobi "tiba-tiba"
Freelancer memang tidak punya bos besar, tapi dia punya klien yang dianggap sebagai bosnya. Nah, sifat klien ini kan tidak selalu dipahami freelancer dong? Namanya juga kerja remote alias ngga tatap muka dan dilepas begitu saja. Alhasil antara freelancer dan klien tidak kenal dengan karakter masing-masing.
Beruntunglah jika kedapatan klien yang cocok dengan kita. Misalnya responsif, ramah, dan pengertian. Tapi akan beda ceritanya jika klien punya hobi "tiba-tiba". Contohnya tiba-tiba minta batalin project, padahal sudah buat kesepakatan antara kedua belah pihak dan kerjaan udah mau beres. Tiba-tiba minta revisi, padahal 3 hari lalu bilangnya sudah oke dan cocok sesuai keinginan. Tiba-tiba nambahin tugas, padahal di perjanjian tidak ada hal tersebut. Huftt, freelancer harus kuat-kuat jiwa raga nih kalau gini ceritanya. Ehehehe. Yang penting, nikmatin aja prosesnya!
Sekarang kita beralih, apa saja sih suka atau pengalaman menyenangkan yang dirasakan oleh freelancer?
1. Bisa kerja kapan saja dan dimana saja
Uuuyeeee. Yang ini benar-benar enak banget! Cocok banget buat orang-orang yang punya kepribadian tidak suka kekangan atau keterikatan. Enaknya jadi freelancer adalah kamu bisa kerja kapan saja dan dimana saja sesuai yang kamu mau. Kalau lagi ingin kerja di luar, ya bisa. Mau itu di kafe, di mol, di taman atau bahkan di rumah tetangga juga bisa. Ehehehe. Apalagi kerja di dalam kamar, yaaa itu siih bisa bangettt lah!
Jam kerjanya juga bebas. Mau kerja pagi, ya oke. Mulai kerja habis makan siang, juga oke. Mau kerja tengah malam, ya oke. Pokoknya bisa disesuaikan kapanpun freelancer inginkan. Yang penting kerjaan beres!
Jadi, freelancer bisa atur jam kerja sesuai yang diinginkan. Jadi punya waktu untuk berlibur di hari-hari biasa, tanpa menunggu akhir pekan. Tapi ya pastikan kerjaan tersebut sudah beres!
2. Menjadi jalan untuk menyalurkan passion
Enaknya freelancer adalah bisa mengerjakan project sesuai dengan skill atau kemampuannya. Ya, memang sih kerja kantoran atau karyawan juga bekerja dengan bakatnya. Tapi juga tidak sedikit kasus yang mereka bekerja namun tidak sesuai dengan passionnya. Contohnya adalah dia menyukai dan menguasai bahasa jerman, eh tapi kerjanya sebagai bagian accounting.
Akan beda ceritanya jika dia menjadi freelancer. Dia pasti akan bekerja sesuai dengan passionnya. Bisa dengan menjadi penerjemah lepas bahasa Indonesia ke Jerman atau bisa mengelola website yang membahas tentang jerman, baik dalam bidang pendidikan, fashion hingga wisatanya. Banyak sih pilihannya, tapi mau atau tidak dia mencari project tersebut.
Yang jelas, buat kamu yang ingin passion apapun ada dalam diri dan bisa menghasilkan, ngga ada salahnya kamu mulai menjadi freelancer.
3. Mengurangi resiko tekanan dari luar
Mungkin minusnya bekerja di perusahaan dan banyak yang membuat orang memilih resign dari pekerjaannya adalah terlalu banyaknya tekanan di tempat kerja. Seperti bos yang terlalu galak, rekan kerja yang tidak sejalan, atau peraturan kantor yang membuat hidup terasa begitu menyiksa. Huhuhu.
Akan beda ceritanya dengan seorang freelancer. Mungkin tekanan-tekanan tersebut akan sedikit berkurang karena tidak adanya teman kerja. Maklumlah, kebanyakan freelancer memang bekerja sendiri. Kemungkinan terbesarnya adalah freelancer ini akan menemukan resiko justru dari dirinya, seperti pemasukan yang tidak menentu atau project yang memiliki kendala.
Tapi, hidup ini adalah pilihan. Life is choice. Mau menjadi karyawan, guru, dokter, bidan atau freelancer sekalipun itu adalah pilihan. Tidak ada yang boleh menuntut dan memaksa kamu menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Karena yang menjalani ini adalah kamu dan kamu tentu lebih tahu mana yang sesuai dengan nuranimu.
Semua berproses. Nikmatilah apapun yang kamu miliki saat ini. Bekerja sebagai apapun, selagi itu halal dan tidak merugikan orang lain, maka jalanilah. Berhentilah untuk melihat hidup orang lain yang terlihat begitu bahagia dan sempurna, karena kaca mata kita bukanlah kaca mata terbaik. Kaca mata kita hanya melihat keindahan, tanpa melihat sisi lainnya.
Freelancer atau pun pekerja full time, semua ada resikonya. Ingat, setiap pilihan artinya sepaket dengan tanggung jawab dan resiko yang akan didapat. Freelancer memang bebas, tapi kebebasan tidak menjamin segalanya sempurna. Pekerja full time memang penuh ikatan, tapi keterikatan juga bukan alasan membuat beratnya pikiran. Percayalah, setiap sesuatu ada porsinya. Tugas kita hanyalah terus menjalani dan menjemput takdir terbaik.
Berusaha sekeras mungkin. Berdoa sebanyak mungkin. Selebihnya biar Sang Pencipta yang mengatur kemungkinan terbaik untuk hidup kita.
0 comments