Ketika Covid-19 Menyapa Bumi, Ikhtiar Dunia atau Langit Kah yang Diprioritaskan?




Apa kabar bumi hari ini?

Bila menatap hari ini dan menengok beberapa waktu yang lalu, dunia memberikan sinyal bahwa ia dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Dalam diamnya, ia sedang merintih kesakitan. Ya, dunia sedang tertatih-tatih untuk berjuang melawan rasa sakit dan kesulitannya.

Lagi, dalam iramanya, ada bumi yang berisik dan tengah riuh terhadap tamu yang datang tanpa permisi. Tamu itu kecil, yang bahkan beratnya pun tidak seberapa dengan beratnya bobot manusia. Namun kekuatannya bisa melemahkan lawan yang bahkan lebih besar darinya. Namanya adalah Corona alias Covid 19. Entah kapan sebenarnya dia hadir di muka bumi ini, tidak ada satu pun manusia yang bisa memastikan dengan akurat. Namun, hadirnya tentu dengan misi tertentu.

Maret 2020, bumi menunjukkan gejala laranya. Ibu Pertiwiku ikut merasakannya. Dalam sudut dia terdiam, menahan sakit anggota tubuhnya. Ada makhluk-makhluk yang berdiam di atas lapisan kulitnya, dalam keadaan lemah dan tak berdaya. Mereka tengah berjuang, merintih dan mengiba agar segera lepas dari tamu bernama Corona.

Satu nama itu, mampu menggegerkan seluruh sudut-sudut bumi yang dahulu berisik, kini diam dan terisolasi. Huru-hara. Hingar bingar serta hiruk pikuk kemudian mengubahnya menjadi aura yang lebih sepi dan hening. Bumi menjadi lesu seakan kehilangan pijakannya. Ia seperti kehilangan kemudi dalam perjalanan panjangnya. Tubuhnya lunglai karena mulai lemah beberapa sendi ‘hidupnya’.

Dari kacamata manusia, kini kita saksikan dimana sebuah wabah bisa melemahkan beberapa denyut sisi kehidupan. Satu wabah, bisa melemahkan ribuan orang dalam seketika. Mengubah harga saham yang melesat menjadi merosot. Mata uang melemah dan terjun tinggi. Kegiatan sekolah tudung. Aktivitas pekerjaan redup. Siklus ekonomi tersendat. Orang-orang takut untuk bersosialisasi. Berjabat tangan tidak lagi diindahkan. Berbicara saling menjaga jarak. Duniaku, duniamu dan dunia mereka kini disekat oleh sebuah benteng bernama jarak. Social distancing konon katanya. 

Biarlah ada jarak di antara kita, Asalkan jangan ada jarak di antara kita  dengan Sang Pencipta 


Gambaran hari ini tentang kehidupan, bagaikan terbuncang pilarnya. Nyaris yang hidup merasakan kegamangan, kegelisahan, cemas, khawatir, bahkan was-was berlebih. Panik seakan menempel di pikiran, bahkan yang waras sekalipun. Berbagai berita pun dikunyah dan ditelah mentah-mentah. Meski hoax sekalipun. Akhirnya segalanya pun semakin runyam. Kekhawatiran berlebih menyita penalaran dan melemahkan rasio yang wajar. Alhasil menurunkan imunitas dan mengundang parasit untuk menyerang kekebalannya.

Parahnya, sering kali kita mengabaikan kesehatan jiwa atau psikologis karena mengedepankan kesehatan fisik dan raga semata. Padahal fisik yang sehat, didukung oleh jiwa (psikologis) yang sehat pula. Jangan sampai mengedepankan kesehatan fisik, tapi menyampingkan kesehatan mental.

Lantas, ketika Covid-19 menyapa Bumi, Ikhtiar Dunia atau Langit kah yang diprioritaskan?



Ada 2 ikhtiar yang perlu kita lakukan sebagai makhluk yang lemah. Sebut saja 2 ikhtiar itu Ikhtiar Dunia dan Ikhtiar Langit.

Pertama, Ikhtiar Dunia


Ikhtiar dunia ini artinya segala apa yang bisa dilakukan di dunia sebagai makhluk, maka harus kita optimalkan. Jaga kebersihan diri dan lingkungan, peduli terhadap kesehatan mental dan kesehatan fisik, mengonsumsi makan dan minuman halal yang sehat lagi bergizi, rajin olahraga walau sebentar, gunakan masker, rajin cuci tangan, memakai hand sanitizer sebelum dan setelah melakukan pekerjaan,  hindari menyentuh wajah dalam keadaan tangan kotor, minum vitamin atau suplemen yang baik untuk daya tahan tubuh, jaga jarak kepada orang lain, hindari bermain atau ke luar rumah bila tidak penting, penerapan WFH (Work From Home) bagi para pekerja, penerapan social distancing kepada seluruh masyarakat untuk sementara waktu, dll.

Kedua, Ikhtiar Langit


Ikhtiar langit ini artinya segala hal yang bisa dilakukan kita sebagai hamba dengan melibatkan nilai-nilai spiritual, batiniah dan keagamaan. Semata-mata melibatkan Allah SWT Sang Pemilik Kekuasaan dalam tiap sendi kehidupan hambaNya.

Ikhtiar langit yang bisa dilakukan yaitu dengan dzikrullah (menyebut dan mengingat Allah SWT), taubat dan mohon ampun kepadaNya, memaafkan kesalahan diri sendiri, memaafkan kesalahan orang lain, banyak beramal sholeh walau sekecil apapun, banyak sedekah dengan hati yang ikhlas, ridho terhadap ketentuan dan keputusan Allah, perkuat iman dan taqwa mengingat ini sudah akhir zaman, dekatkan diri kepada Al Quran sebagai pedoman hidup dan penawar penyakit. Terakhir doa dengan segala kerendahan hati. Mohon dengan khusyu. Karena yang menjadi penghubung antara hamba dengan Penciptanya adalah doa.



Minta sama Allah, semoga wabah ini segera berakhir. Sehingga kita bisa bangkit kembali seluruh negeri, terutama Ibu Pertiwi. Kelak, keadaan akan normal seperti sedia kala. Sendi-sendi kehidupan kembali menemukan muaranya. Dan seluruh ummat muslim bisa menyambut bulan Ramadhan dengan penuh suka cita dan rasa aman. Bisa menyambut Idul Fitri dengan hati yang syahdu tanpa takut berjabat tangan kepada sesama. Tanpa harus dibatasi jarak. Tanpa harus disekat oleh masker. Tanpa harus merawa awas terhadap sekitar.

Cukuplah teguran dan ujian ini datang untuk menyadarkan, bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan tak berdaya. Lantas, apalagi yang pantas dibanggakan, sedangkan apa yang dimiliki hanya titipan (semata)?

Biarlah tamu ini sementara datang, yang kelak pergi tanpa harus kembali lagi. Sekarang, mari kita bersatu untuk saling menguatkan dengan ikhtiar dunia dan langit.

Melawannya seorang diri mungkin akan terasa berat, tapi melawan wabahnya bersama-sama semoga akan terasa ringan. Biarlah ikhtiar dunia dan ikhtiar langit yang saat ini kita kencangkan, selebihnya mari kita pasrahkan kepadaNya, semoga Allah SWT berikan jalan dan kemudahan untuk kita dalam menghadapinya. Aamiin...

-Bangkitlah Ibu Pertiwiku, Bangkitlah Indonesiaku-

0 comments

Promo Gajian Januari 2019