Assalamualaikum…
Alhamdulillah, kali ini saya akan kembali lagi bercuap-cuap tentang sedikitnya catatan atau oleh-oleh dari kajian. Judulnya tentang "Kontrol Emosi". Tapi biar lebih greget, saya buat menjadi “Kontrol emosimu, sebelum emosi yang mengontrolmu.”
Jeng… jeng…
Kali ini, materi disampaikan oleh ustad Tri Asmoro Kurniawan. Selain menjadi ustadz beliau juga seorang konsultan. Lebih jelasnya, silahkan cari informasi tentang beliau sendiri ya, hehe.
Jadi gini, materi yang berjudul tentang kontrol emosi ini sebenarnya lebih condong dalam kasus rumah tangga. Dimana ya mungkin namanya rumah tangga, tentu tidak selamanya manis kaya gula. Sesekali ada asam, asin, bahkan nano-nano rasa lainnya. Oke, seperti itu kata orang.
Nah, namanya juga lika-liku biduk rumah tangga terkadang ada saja ujian atau masalah yang menyapa. Jika itu terjadi tentu sebagai manusia kita membutuhkan solusi, bukan? Yap, pastinya dong kita butuh solusi. Namun sering kali ditemukan, manakala ada masalah dalam keluarga yang terjadi adalah melampiaskan amarah atau emosi.
No! Itu bukan solusinya. Karena melampiaskan amarah hanya akan menghasilkan masalah baru. Bahkan, nantinya emosi yang dikeluarkan baik dalam ucapan atau tindakan itu akan menyakiti. Misal, berkata dengan menyebut aib, mengeluarkan kata-kata kasar atau bahkan menyebut kekurangan si lawan bicara/pasangan.
Tak cukup sampai di situ, tak sedikit kita temukan orang-orang yang saat emosi, ia berani untuk bertindak hal-hal yang diluar akal seumurannya. Misal orang dewasa saat emosi, dia naik-naik ke meja rapat sambil angkat bangku dengan mukanya yang memerah.
Yang seperti itu, percayalah, nantinya akan menyesali ucapan dan tindakannya.
Dalam kitab Majmu Al-Fatawa 9/20 dituliskan bahwa hal-hal yang terpendam di dalam hati, akan tampak ketika ada berbagai ujian.
Contoh ya gengs, saat ada orang tua kemudian mendapatkan ujian saat anaknya sakit, maka keduanya saling menyalahkan. Si bapak lah akan menyalahkan ibu karena tidak mampu mengurus anak dengan baik. Sedangkan si ibu juga akan mengeluh bahwa bapaknya lah yang tidak pernah punya waktu untuk mengecek kondisi anak.
Hal-hal seperti itu akhirnya membuat mereka saling menyalahkan satu sama lain.
Si bapak, “Kamu tuh ya, ngurus anak aja ngga becus! Aku tuh capek kerja dari pagi ampe sore cuma buat kamu dan anak-anak doang! Tapi kamu di rumah ngga bisa ngurus anak.” Jleb!
Si ibu, “Kamu tuh bisanya nyalahin doang! Aku tuh capek ngurus rumah seharian. Dari pagi sampai malam. Ngurus ini, ngurus itu! Kamu tuh yang jadi bapak ngga peka sama anak!”
Jleb!
Naudzubillahi min dzalik.
Semoga kita ngga gitu ya. Eh maksudnya rekan-rekan pembaca.
Dari contoh di atas, kita bisa melihat bahwa saat emosi menyulut dan mengeruhkan hati maka yang tidak mampu menguasai diri akan mengeluarkan unek-unek atau apa yang terpendam dalam hatinya.
Saat itulah, mulut bagaikan gayung untuk melihat isi hati. Apa yang keluar dari mulut saat marah, boleh jadi itu lah yang paling dominan ia pendam selama ini.
Berbeda dengan orang yang hatinya sedang adem ayem, bahagia, bersuka cita, pasti bisa untuk menata kata-katanya semanis mungkin. Karena perkataan baik itu bisa dilatih sebenarnya.
Tapi beda kasusnya dengan orang yang marah. Orang kalau dalam keadaan marah, dia tidak bisa mendengar nasihat yang diberikan orang lain untuknya. Sebab dia telah dikuasai nafsu amarah.
Orang kalau sudah marah, dia tidak bisa mengontrol dirinya. Karena bisikan setan sedang bekerja dalam hatinya.
Oleh sebab itu, orang yang cerdas adalah yang bisa mengendalikan dirinya dan beramal untuk hidup setelah mati. Sedangkan orang bodoh adalah orang yang menuruti hawa nasfsunya dan berangan-angan kepada Allah.
Makanya ngga heran, hakikat kuat yang sebenarnya manakala seseorang mampu mengendalikan dirinya disaat ia marah.
Sebagaimana sabda kanjeng Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, artinya: “Bukanlah orang kuat itu karena gulat. Sesungguhnya yang kuat adalah yang bisa mengendalikan diri saat marah.” (HR. Bukhari no 5649)
Dalam hadist lain juga disebutkan, artinya: “Bersikap tenang dalam semua urusan, kecuali dalam amalan akhirat.”(HR. Abu Dawud)
Beda dengan urusan akhirat. Kalau untuk urusan akhirat, kita dianjurkan untuk jangan menunda-nunda dan jangan mau mengalah. Misal saat mengantri wudhu, jangan dulukan orang lain, tapi Anda pun juga harus bersegera. Contoh lainnya dalam sholat, kalau ada shof kosong di depan Anda saat shalat berjamaah, maka jangan suruh orang lain untuk maju, tapi Andalah yang seharusnya maju.
Dalam hadist lain juga disebutkan, artinya: “Janganlah seorang menghukum diantara 2 orang jika dia dalam keadaan marah." (HR. Muttafaqun alaihi).
Sebab jika seseorang menghukum orang lain dalam keadaan marah tentu akan memberikan dampak negatif kepada orang yang dihukumnya.
Terus, gimana sih caranya supaya kita bisa mengontrol diri?
Pasti penasaran dong?
Ada 3 cara untuk menjadi pribadi yang bisa mengontrol diri, yaitu: AKHIRAT, MUHASABAH, MUKHALAFAH.
1. Akhirat
Dengan kita banyak mengingat Akhirat, maka kita akan lebih mampu untuk membentengi diri kita, lebih termotivasi untuk mengontrol diri dan amarah kita. Sebab, ketika kita ingat Akhirat, maka kita akan selalu sadar bahwa sekecil apapun amal perbuatan semua akan ditimbang dan dibalas oleh Allah Azza Wa Jalla di hari kelak.
2.Muhasabah
Tentunya dengan muhasabah atau intropeksi diri, kita akan mengingat segala kebaikan dan keburukan yang telah diperbuat. Contoh: Si Fulan mengingat sudahkah perintah Allah dikerjakan hari ini (Seperti shalat 5 waktu)? Dan sudahkah larangan Allah ditinggalkan hari ini (Seperti tidak berdusta)?
3.Mukhalafah
Merupakan sikap atau suatu tindakan yang menyelisihi keinginan nafsu. Contoh: saat kita jengkel dengan teman, biasanya kita pasti ingin menghidarinya dong? (Dalam hati, iyalah, wkwk). Tentunya juga ingin menghindari agar tidak bertemu apalagi berpapasan dengan orang tersebut. Hayoo, ngaku aja?
Nah, dengan mukhalafah ini kita lebih memilih untuk tidak menuruti nafsu kita. Jadilah akhirnya kita berani memutuskan untuk bertemu dan menyapa teman tersebut.
Dengan sering berbuat mukhalafah seperti ini, maka kita akan mampu untu mengondisikan waktu yang tidak nyaman. Lama-lama kita pun terbiasa dan terlatih.
Ada kata mutiara mengatakan, “Jangan membuatmu senang jika engkau menang dengan cara yang jahat, karena sesungguhnya orang yang menang dengan kejahatan adalah orang yang kalah.”
Oke deh, lain waktu kita sambung ya.
Semoga bermanfaat.
Wallahu’alam.
Note: Mohon maaf bila ada kesalahan dan kekeliruaan. Penulis hanyalah manusia biasa, yang sangat berpotensi berbuat salah dan alpa. Karena kebenaran milik Allah semata. Namun bila ada koreksian, silahkan kirimkan email ke famotiva@gmail.com, Syukran.
0 comments